Tak Bisa Kau Lari Dari Dia
Tak banyak yang bisa dilakukannya. Tiap hari merintih. Memandang panas
pada masa lalunya. Kelam masa depan dipelupuk matanya. Tak mau dia menangis. Gengsi.
Pemikirannya selalu brilian. Tak pernah sepi ide dia. Sayangnya, tak
satupun terlaksana. Hatinya tertutup kabut cinta.
Ya, cinta yang nyaris buta. Apinya bagai neraka, katanya. Ingin dibakar
masa lalunya, ceritanya dengan dia yang lain yang menyakitinya; menurutnya.
Api itu amarah. Marah dia karena malu. Segala perhitungannya raib entah
kemana. Sedu dendam Nampak indah buktinya. Diracun pikirannya sendiri. Mendadak
ego nya menjadi-jadi. Tak banyak, sungguh tak banyak yang bisa dilakukannya.
Kadang tersenyum akan manisnya kala itu. Disaat yang sama panas hatinya.
Mana ada dia terima perlakuan seperti itu. Tidak.
Selama ini dia hebat. Tak pernah runtuh dia; apalagi lebur. Mungkin yang
tidak dia sadar, adalah jenjang waktu. Waktu terbukti memiliki relatifitasnya
sendiri. Baginya 2 menit bagai 2 Tahun, tapi Tuhan berkata lain, bukan?! Bagaimana
tidak bangkit semangatnya, Tuhan disebut maha pemurah, tapi belum tentu manusia
begitu. Luput segala harapannya. Hampa sekarang dia.
Sekarang. Tak ada satupun nasihat bisa masuk sanubarinya. Hidupnya pilu,
kelabu, kadang tak tentu ada atau tidaknya pikiran. Betul tak banyak yang bisa
dilakukannya.
Ya memang mungkin ada saja. Hanya sebatas menghibur dirinya sendiri─ menghibur api yang nyaris mati. Serampangan akhirnya. Sabet sana sabet
sini. Apa guna hal seperti ini?
Sekarang. Tak ada satupun nasihat bisa masuk pikirnya. Hidupnya abu-abu,
berseteru, antara mau-tak-mau.
Andai saja bisa kurasuki mimpinya, teriak aku di telinganya─ jangan takut terhadap realita!
Andai saja diizinkan aku menjadi cerminnya, akan kujabarkan fakta seisi
dunia. Bahwa pelita bukan hanya Dia. Karna tidak ada satupun waktu kau bisa
lari dari dia.
Comments
Post a Comment