Muda dan Lelah
Pekerjaan paling asyik adalah yang
sesuai dengan passion. Ya, passion katanya. Tidakbanyak yang benar-benar
mengerti bagaimana cara kerjanya. Paksaan kah?. Hobi?. Ikut-ikut?.
“Hipster. Ya liat aja abis ini kan tau.”
Adalah Ucup, seorang barista professional yang
banyak namanya berseliweran di dunia
perkopian. Oh, maaf, dia lebih suka disebut artisan. Tapi bukan musiman.
Mungkin itu yang membedakannya dengan barista-barista lainnya. Tidak lagi dia haus eksistensi, haus
perhatian dari khalayak ramai. Sudah ramai hidupnya. Penuh asam lambungnya.
Apalagi? Kebanyakan kopi.
“Mas, Kenya, coba review.” Seorang
barista muda menyodorkan satu cup kopi. Hitam bening. Harum. Diperlakukan
layaknya berkah Tuhan.
Yang wangi itu dihirup. Dua kali.
Ragu . dihirup lagi sedikit. Dicecap layaknya pada kekasih yang manis. “Hmmm.”
“ini, kok salty ya?” datar Ucup
bersabda. Si pemberi mengernyit dahi. “padahal tadi udah pas kayaknya.”
Sanggahnya. Tak ingin terlhat membela diri, lanjut katanya.
“tadi itu 01:25, temperature 85, agak
koarse sih, sengaja gitu, biar…”
“kurang.”
“tapi kok bisa salty coba? Kan
gini…”
“lho, ekstraksi belum selesai mbok
cut, baru 01:25 toh”
“tapi mas, jare arek-arek kalo
gitu nanti…”
“ oh nuruti arek-arek?”
susah memang. Bingung tidak?
Menuruti perspektif konsumen, atau
menemukan profil kopi untuk standart terbaik?
“ya iku mas, bingung juga, nurut
arek-arek , kan banyak lidah, banyak preferensi, nuruti standart, banyak yg gak
suka.”
“gini aja…” Ucup santai nadanya,
cenderung datar. Gatal lidahnya ingin membangun. Tak tega juga.
“ada suggestion kan di belakang
itu, cukup jelas kok. Saran penyajian bahasa kene ne.”
“coba ikuti dulu, jadinya gimana,
kasih yang nyoba, kalo beda; berarti yang nyoba….ehm.. gak ngerti.”
“prasamu nggawe mie instant mas?
Hahaha”
“ lha nek gak tau gimana, y abaca
aja, tinggal baca, semua orang bisa,
kalau mau belajar tapi.”
Ups. Kalau ada thermal detector
disitu, mungkin terlihat suhu tubuhnya menurun. Sang barista muda berat
menelan. Tercekat itu rasanya. Saya tau gimana rasanya. Dulu.
Keinginannya kuat. Kembali ke bar
dia, another try bahasanya.
Memang orang belajar harus begitu.
Setidaknya kata Ucup begitu. Jangan menyerah dulu. Kalau niat, ya teruskan, tak
perlu sedih ditaruh depan.
Sang guru bersiap pergi. Lelah dia.
Karna bukan hanya barista muda itu yang muda. Lelah dia.
Comments
Post a Comment