Itulah kenapa Yasinan Diadakan setiap Kamis─Pikirku
Ahai!
Kudapati ceria sekali perasaanku hari ini. Langit begitu cerah. Awan kesepian
tak ada teman kejar-kejaran. Jalanan padat tapi tak lagi macet. Udara tak henti
keluar masuk dengan bebas pada diriku. Mbak-mbak SMA nyaris semua terlihat
cantik. Suka aku. Ringan rasanya sepeda ini. Sama sekali tak payah.
Tas ini ringan. Tak seperti saat hari Rabu kemarin, dimana RPUL dan RPAL
bercampur dengan modul dan kumpulan rumus Matematika. Aku suka pelajaran IPS,
jadi seberat apapun tak akan kukeluhkan. Tapi hari ini berbeda. Kau tau? Isinya
hanya celana dalam ganti, handuk, dan kacamata renang warna hijau kesukaanku.
Asal kau tau, semua baru. Termasuk celana renang yang kupakai saat ini. Bergaris
mirip sekali dengan buah semangka. Pokoknya, aku suka.
Tak sabar ini kaki berkecipuk pada air nanti. Tapi kata Bapak aku harus
selalu sabar, dan mensyukuri apa yang ada. Jadi biar kukayuh sepeda ini dengan
gembira. Toh banyak berpapasan aku dengan mbak-mbak SMA. Yang bau matahari itu.
Ahai! Indah betul Harini.
Oh itu dia! Bangunan besar yang kemarin kusambangi dengan Bapak.
Didaftarkan aku disana. Sebenarnya tak begitu tau aku bagaimana itu
didaftarkan, yang kutau disana banyak air. Pokoknya, aku suka. Sempat tadi
kubayangkan mbak-mbak SMA itu bercanda-ria di area yang sama denganku. Ahai!
Ini kartu yang diwasiatkan Bapak. Untuk ditunjukkan kepada mas penjaga
di loket. Kujaga betul. Kumasukkan dompet sedari kemarin. Bergetar ini tangan. Diberi
uang duapuluh ribu tadi. Jika tak cerah hari ini, atau tak ada mbak-mbak SMA
yang berpapasan denganku tadi, sudah bingung tolah-toleh aku. Aku takut
dirampok. Ah, lupakan. Semua sudah berlalu, saatnya mengharu biru! tak mau tau apa maksudnya, yang ku tau air biasa digambar biru.
Bapak berpesan. Agar aku masuk ke dalam toilet dulu untuk ganti baju. Biar
sopan. Tapi pak, aku heran, kenapa orang-orang masuk ruangan lain bukan toilet?
Begitu masuk barutau aku, baru pertama kalinya kulihat dengan mata kepala
sendiri. Ada tai. Tai orang lain. Muak aku. Jika bukan karna gengsi, nangislah aku ini. Tapi dipikir-pikir,
mau gengsi pada siapa?
Ah, lupakan. Tak mau aku seonggok tai merusak hariku. Kutitipkan tas
pada mas penjaga─ seperti wasiat Bapak. Kupakai kacamata
baruku. Aduhai ganteng sekali aku. Melirik disetiap ada pantulanku. Ah, aku
suka hari ini.
Pak Mindartoto namanya. Guru les ku berenang. Aku hapal karna jenggotnya
yang putih selalu basah. Sering tertawa aku dalam lamunanku, bahkan ketika
diluar kolam beliau jenggotnya basah. Apa masih ngileran dia seperti adik
kecilku? Aku tak mau tau. Yang kubayangkan begitu, maka begitulah. Pokoknya aku
suka.
Ah, bagian ini aku suka. Banyak temanku ternyata. Rata-rata perempuan. Bisa
ber-haha-hihi dengan mereka nanti. Ahai!. Oh!. Sudah saatnya berpelukan dengan
air! Antusiasme merajalela dalam diriku. Maju pertama aku, asal kau tau.
Mak-Byur!
Ahai! Segar sekali! Tubuhku yang kurus dengan indah meluncur. Kusambut dengan
gaya bebas seperti yang di tivi-tivi. Nafas kuatur. Aku harus tampil luar
biasa! Lho tapi Cuma anganku tadi tu. Tak ada maju satu meterpun dari tempatku bersentuhan dengan air. Oh Tuhan,
malu aku. Gengsi lah. Tapi dipikir-pikir, mau gengsi pada siapa?
Tapi sungguh tak ada waktu untuk berpikir. Maluku melenyapkan
keterampilanku. Semua yang kuingat setelah melihat tivi jadi lenyap mendadak. Coba
kuhirup udara, yang hadir adalah air. Tak apalah pikirku, walau seteguk-dueteguk. Setidaknya aku mencoba terlihat tenang. Setidaknya dimata para
perempuan-perempuan itu.
Oh Tuhan aku lupa ini wujud ciptaanmu yang lain. Yang bernama air. Tak bisa
dia dibuat pijakan. Terkampul-kampul aku. Blingsatan. Ingat aku adegan Baywatch
di tivi yang kutonton dengan sembunyi-sembunyi. Setiap yang tenggelam pasti
berteriak. Elep! Elep!. Begitu. Sebagai anak yang cerdas─ seperti kata Emakku, wajib hukumnya pengetahuan itu kupraktikkan. Asal
kau tau, kejadian di tivi tidak selalu sama dengan kenyataan yang kau hadapi.
Aku tau. Ditolong aku oleh dia. Perempuan. Tubuhnya aduhai. Tau aku. Karna
dipeluknya aku. Mungkin dia mbak-mbak SMA. Bisa jadi. Suka aku sebenarnya, tapi
gengsi. Biasalah lelaki.
Anehnya, dia tau aku gengsi. Dilepasnya aku. Blingsatan. Lagi. Saking takutnya
aku saat itu, kencing dicelana aku. Wajar, anak SD.
Sungguh kasih Tuhan itu
nyata. Dipeluknya lagi aku, tapi kali ini sambil tertawa dia.
Yang sungguh aku tak sadar waktu itu, kencing dicelana di dalam kolam
haram hukumnya. Apalagi jika ada mbak-mbak dekat sekali denganmu. Berteriak dia
sambil mendorongku ke sisi kolam. Cengengesan dia. Asu, apa salahku coba?─Pikirku
awalnya begitu. Sampai dia berkata sambil tertawa: “Hahaha… dedeknya pipis
hiiiih hahaha hanget-hahaha.” Iya benar dia tertawa sembari berkata. Manis. Tapi
malu aku. Gengsi aku. Kali ini tau aku gengsi pada siapa.
Tak banyak kata pulang aku. Lari keluar kusambut sepedaku. Tak tahan
malu, menangis tak apa, wajar, anak SD; pikirku.
Sepanjang jalan aku menangis. Sampai dirumah ingin kucurahkan semua Maluku
pada Bapak. Tapi beliau tertawa, ya, sama, sembari berkata juga, disaat yang
sama.
“Lho hahaha… mana hahaha… mana bajumu mas hahaha.. mana? Liaten anakmu
Maaaa!”
Tak mau hidup lagi rasanya. Sumpah.
Selamatkan aku ya Muhammad.
Prochnost.
Comments
Post a Comment