Mau Bagaimana lagi? Dia Cantik



“Pernah kau liat fight club, vre?”

Namanya April, seorang gadis yang tak kunjung berlipstik. Dia gemar menabung. Bakat utamanya yaitu cantik.

April memandang keatas, mengingat koleksi film yang pernah dia tonton. Parasnya imut saat berfikir. “Brad pitt? Ya…ya.. kostumnya bagus itu.” Merunduk dia mengikat tali sepatu kucel dikakinya. “tapi aku ndak suka gayanya waktu tertawa, kayak dibuat-buat gitu”. “hmmm… the warrior? Tom… siapa ya lupa aku vre” “Tom hardy!!!” sanggah April. Ketauilah bahkan saat berteriak April tetap cantik. Rambutnya sebahu, tidak lurus, tapi tetap cantik. Jarwo yang sedari tadi memberi masukan terpukau sebenarnya oleh setiap tingkahnya. Lelaki mana yang tidak? Seiring dengan larisnya lagu tulus yang berlirik ‘kamu cantik meski tanpa bedak’ gadis seperti April tak akan kehilangan penggemar. Terlebih Jarwo dan komplotannya.

Lho iya benar, April gemar menabung. Uang sakunya digunakan untuk membeli semen, dan pipa-pipa besi, dan tali tambang, dan lain sebagainya. Jika suatu malam dia menang pertarungan, tidak bisa tidak dia pergi ke toko olahraga di pusat kota, “Protektornya masih ada mas?” tanyanya imut pada pelayan toko yang semrawut giginya. Tak perlu dia menunjukkan kartu pelanggan, dia sudah sangat masyur di toko itu.

April biasa dipanggil vre, julukan untuk petarung di Skylandia. Yap, hobinya bertarung. Penghasilan utamanya berasal dari deru tinju diantara keringat manusia. Tangannya kokoh saat mengepal. Kuda-kudanya kuat. Ujung kakinya yang biasa menidurkan lawan ketika menyentuh rahang bagaikan palu godam baja. Tapi apa daya, dia cantik. Tak ada yang bisa protes, kecuali gadis lain yang kalah saingan.

Nampak secercah kasih Tuhan diantara senyumnya, terutama saat lawannya pingsan. Belum ada manusia yang mampu mengacuhkan rengek imutnya. Saat tidak mengepal, terlihat jarinya lentik. Tidak lembut memang telapak tangannya, tapi cukup membuat Jarwo atau lelaki manapun tak bisa menghindar dari panah asmara dari tiap sentuhannya. Mau bagaimana lagi. Dia cantik.

Banyak pendapat gadis cantik tak seindah isi otaknya. Siapa bilang? Banyak. Dan untuk kali ini ada benarnya. April cantik, tapi kuliahnya berantakan. Bahkan dia belum KKN di semester 9. April lebih mementingkan pertarungannya dibanding dengan pengabdian masyarakat yang terkesan dibuat-buat.

Idealisme? Bisa jadi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masa lalunya keras. Lukanya tak akan bernanah walau tersiram air garam. Kuat. Tapi cantik.

Tak ada alasan bisa buat dia marah. Kecuali jika kau hina orang cacat, diinjaklah tengkukmu saat itu juga. Pernah dulu, ketika Jarwo masih kenal-kenal-asu dengannya. Pengemis berkaki pincang, membawa kruk di sisi kanannya, diusir. Sekelebat mata, kaki kiri April sudah berada di tengkuk Jarwo yang gelap. Kaget dia. Tersungkur tapi tak mati. Pengemis yang menyaksikan kebrutalan gadis cantik itu lari kencang. Takut jika dia kena giliran. April sendiri kaget, si pincang mampu berlari kencang. Pelan sekali dia menjamah pipi kanan Jarwo, meminta maaf atas keliarannya. Tak lupa senyum imut itu. Tak pernah lupa dia bagaimana senyumnya. Manamungkin Jarwo atau lelaki lain tak jatuh cinta dengan keluguannya.

Percakapan dan kejadian-kejadian itu berkelindan dalam pikiran April. Hampir tak sadarkan diri dia di lantai. Ada sesuatu yang basah mengalir pada pipi kanannya yang lembut itu. Dia rasa, tapi tak tau apa. Dia alpa pada kondisi. Seingatnya dia bercakap dengan Jarwo dan komplotannya sebelum mendaftar tadi. Lalu menemui wasit dan memberi hormat. Lalu pasang kuda-kuda. Ah, iya. Baru dia ingat dia ada bertarung saat ini. “Trus kenapa aku santai tiduran gini?” batinnya.

Lamat-lamat April mendengar suara hitungan. Tak banyak. Tapi membuatnya hati kecilnya gelisah. Menggema dia dengar teriakan-teriakan serentak disekitarnya.

“Neli! Neli! Neli!” sorak-sorai penonton yang familiar ditelinganya.

Bisa jadi setelah ini, April tak cantik lagi.

Prochnost.

Comments

Popular Posts