KPK



Pengkhianat katanya?! Aku?!

Mana ada cerita begitu? Mereka tau siapa aku, kan?!

Aku mengajar sudah sekitar 5 tahun, ya kurang lebih selama itu. Mereka belum ada ketika aku masih canggung bertemu para mahasiswa baru itu. Sama baruku. Tidak sedikit sandungan untukku, langsung maupun tidak. Tidak ada yang sadar itu.

Apa salah aksiku?

Tidak jarang ikut diskusi aku dengan mereka. Mana ada yang tidak serius? Ya, memang banyak pula candanya. Mana ada sebelumnya aku tidak mendukung semangat kritis mereka? Semangat muda yang menggebu melawan penyalahgunaan ilmu? Berkobar mereka, akupun menyala!

Apa salah langkahku?

Dibilang tua jelas tidak. Masih muda aku, kan?! Mereka tau itu. Dikata kuda tua, penurut cambukan majikan, coba?! Dikata tak lagi ada semangat perjuangan dalam dadaku. Setauku, api itu menyala dalam perut, wadah chi yang panas dan buas, bukan di dada. Ah, lupakan. Aku tau, walau tak mau, tapi semua jawabanku hanya akan menjadi alasan buat mereka. Dan aku dikata kuda tua? Ah!

Apa lagi, coba?

Mereka lupa hidup butuh biaya. Mereka bernafas dari keringat orang tua. Aku? Hidupku sebatang kara. Aku tulang punggung keluarga! Lupa mereka. Tak apa, memang kadang manusia alpa. Mungkin karna api yang selalu menyala. Tapi aku dikata kuda tua! Bagaimana bisa?!

Paham aku mata mereka. Mereka muda dan bercahaya. Baik betul dimasa mereka. Tapi itu dia, mengapa tidak berlaku sebaliknya? 

Tak paham mereka sekarang. Posisiku. Keadaanku.

Mereka hidup dari orang tua, selesai memukul dengan bara lepas mereka, terbang sesuai tiupan si empunya. Tapi aku? Lumbung ini rumahku, hidup aku di sini, dari sini, untuk sini. Kupukul bara di sini? Terbakar sendiri aku. Hidup aku di sini, tak mungkin ku akhiri sendiri. Seburuk apapun nampaknya instansi ini, hidup aku di sini. Tak cukup bodoh aku untuk bunuh diri.

Ya sadar aku buruknya. Ada benarnya mereka. Keburukan memang perlu dihancurkan. Kalau mereka mau, hancurkan saja, tapi jangan ajak aku untuk menghancurkannya. Lupa mereka, hidup aku di sini, tak mungkin ku akhiri sendiri.

Mereka curiga, aku carikan faktanya. Mereka tidak terima, ku carikan kebenarannya. Bagian yang busuk dari sebuah semangka memang harus disingkirkan sebelum dimakan. Itu benar. Tapi mereka mau hancurkan semangkanya. Seluruhnya. Mau makan apa aku, coba?!

Saranku dulu pada mereka: kupas, tunjukkan bagian busuknya pada dunia, lalu singkirkan. Mereka lakukan sebaliknya hancurkan semua. 

Apa mau dikata?

Mereka mahasiswa. Muda. Berkobar nyalinya. Pahamlah aku apa hasilnya. Harus dituruti semua maunya, pikirnya, pendapatnya. Berbeda maka Hancurlah. Mereka agen-agen perubahan katanya.
Tapi kalau begini keadaannya? Tak terima mereka aku tak ada upaya. Tapi aku narasumbernya Hei!

Apa tak pandang bulu mereka? Aku dikata kuda tua?! Hendak dihancurkan rumahku, dan aku dibujuk untuk ikut mereka! Mana ada aku tega?! Aku dikata kuda tua yang turut pada cambukan tuannya?!

Apa lagi dayaku? Aku hanya ulat dalam semangka Hei!

Prochnost

Comments

Popular Posts