Sekapur Sirih dan Beras Kencur

Mendengar namanya sekilas teringat masa SMA dulu. Konon katanya dia pendekar pilih tanding, dengan skill boxing sebagai tambahan, plus "anak buah" yang seabrek jumlahnya. Blio waktu itu kelas 3, aku baru saja masuk SMA. Banyak yang menyapa langsung saja tak berani, apalagi membantah.

Nope.
Big Nope.

Pernah kulihat didepan mataku, anak kelas dua dihajar tanpa babibu, oper kesana kemari layaknya bola sepak. Luar biasa anak buahnya sekitar 10an anak ikut "main sepak ndas" dibawah supervisi nya.

Santai saja dia.
Penguasa pikirku.

Pernah suatu masa di jalan menuju kantin bokongku disepak olehnya, live. Memang salahku, bau kencur begitu jongkok menutupi jalannya menuju kantin. Tapi tak apa kalau hanya sebatas itu.

Hingga suatu saat teman dari luar lingkup SMA berulah, dan aku yang musti menanggung akibatnya. Sepulang sekolah aku dipanggil. Di depan parkiran motor sudah berkumpul saja 15-20 anak buahnya. "Hasyu" batinku. Tekniknya sama, pernah kulihat sebelumnya: ajak ngobrol, salah kata hajar. Duh rek buyar.

Sekuat apapun aku, diborong orang sebegitu banyak ya jelas koplak. Pendekar semua pula. Sejak saat itulah sadar aku akan pentingnya diplomasi, basa-basi, bahkan leveraging, secara tak sadar dan mau tak mau musti dipelajari.

Singkat cerita aku lolos dari maut. Lolos dari bogem mentahnya berarti lolos bahkan dari sekadar cubitan para anak buahnya. Suwun gusti pangapuraning ati.

Tetapi yang pasti, jangan samakan. Wempy dan Wimpy adalah orang yang berbeda. Aku yakin itu. Mas Wempy jebolan filsafat kali ini, bukan berarti tidak gahar seperti Wimpy, hanya saja dibalut dengan pengetahuan dan toleransi yang lebih hebat. Selubung itu sedemikian tebalnya hingga menampakkan sifat teduh dan tenang, sabar dan berwibawa. Walau tak bisa dipungkiri, Mas Wempy dan Wimpy sama sama memiliki anak buah yang tidak sedikit jumlahnya.

Dan sekarang aku bisa bernafas lebih lega, karena tak perlu lagi takut disepak bokongku ketika nongkrong di kantin.

Selamat bertugas.

                                                     Prochnost.

Comments

Post a Comment

Popular Posts