Tidakkah kau rindu Ibu, nak?
O Anakku jika saja kau tau bahwa aku tau apa yang terjadi padamu disana.
Wahai buah dari hatiku yang rapuh, sebenarnya Ibu tau. Adalah masa
ketika kau merengek padaku mengenai hidupmu yang sendu disana, sejujurnya
kebenaran hadir dalam mimpiku. Kau tau? Keluh kesah ini berasal dari rindu yang
tak akan pernah padam. Padamu anakku. Walau kata bapakmu rasa ini harus mulai
kubendung, sedikit demi sedikit mungkin. Tapi tetap, tak henti kucoba meraihmu,
walau mungkin sebatas suaramu tak apa. Ibu akan mengalah.
Wahai cahaya mataku, sebenarnya rindu tak beranjak dari situ. Ibu tau
nak, ketika apa yang kuharapkan tak semuanya kau laksanakan. Ibu tau. Maka rindu
berasal dari rasa kecewa berbalut kasih.
Sebenarnya kasihlah yang menyelamatkanmu dari murkaku, nak kau tau?
Disana tak lantas kau belajar
lima waktu. Disana kau hamburkan keringat darah lelaki yang paling kucintai
melebihi kakekmu. Ibu tau alasan dibalik rengekmu adalah untuk menyenangkan kawan-kawanmu.
Apa tak ada keinginanmu untuk menyenangkanku O anakku?
Tau betul aku mengenai pilunya lapar. Tau betul aku mengenai bagaimana
tak punya kepantasan tampilan di muka umum. Tau Ibu, sungguh tau cerita-cerita
beratnya hidup diperantauan. Tapi apakah tak sedikitpun kau mau tau bahwa aku
pernah menjadi sepertimu? Apakah tak sedikitpun kau mau tau pilunya menelan
dusta mentah dari sosok yang kau cintai?
O anakku Ibu kecewa. Lalu kasih membalutnya dengan gegabah. Biar kutelan
semua itu hanya agar kau bisa bahagia. Akupun pernah Berjaya anakku, dan tak
akan kubiarkan kejayaanku dulu berakhir, maka kusematkan semangat itu padamu.
Ibu hanya ingin kau bahagia, itu saja. Tapi apakah kau mau memikirkan bagaimana
bahagiaku O anakku?
Hanya saja lelah Ibu membawa tumpukan rindu ini. Ibu rela menelan bualanmu,
tipuanmu, kenakalanmu, keluh-kesahmu, tapi mengapa tak sudi kau berucap sekali
saja dalam sehari “Aku rindu Ibu” ? tau kah kau ribuan doa kulesatkan untukmu? Dan
tak sekali saja kau bilang begitu?
Tapi tak mengapa wahai anakku. Ibu tetaplah Ibu. Jika bukan sekarang,
yakinku pada hari esok. Akan kutunggu kalimat itu, nak.
Yang Ibu takutkan hanyalah: lebih dulu mana menjemput, kalimat itu atau
ajalku?
Prochnost.
Comments
Post a Comment