Ini Lho AKU
Setiap usai istirahat pertama ketika SD dulu guruku seringkali marah-marah.
Kapur di sudut papan tulis selalu habis. Tak sepenuhnya habis sih, Cuma tersisa
yang kecil kecil saja. Setelah marah biasanya aku disetrap, minimal dijewer
plus omelan. Kerana sudah biasa ya bagiku jadi biasa saja.
Kebiasaanku untuk memberadabkan teman teman sekelasku dari dulu cukup
besar. Jika ada yang mukanya hitam akan ku buat putih. Jika ada yang mukanya
jelek akan dengan ikhlas kuhias. Karena tak mungkin aku membawa bedak di kamar
Ibu ke sekolah, jadilah pakai kapur. Gratis. Semua senang.
Tidak semua sih.
Berlanjut hingga saat bangku sekolah mulai tinggi. Marak sekali kasus
pem-bully-an di smp dulu. Semangatku memberadabkan mereka tetap seperti biasa. Untuk
mereka yang di-bully, akan kubantu. Pernah ketika ada seorang temanku dipukuli
di depan kelas, aku tak tahan. Datang pada mereka aku. Kupukuli yang memukuli
itu, karena membuat gaduh dan alasan alasan moralis lainnya. Sisanya, yang tadi
dipukuli kupukuli juga karena mau saja dipukuli. Sama saja kan? Bedanya hukuman
tidak lagi dari guru, melainkan dari kakak kelas yang ternyata kakak dari
setiap yang kupukuli. Dan teman-temannya yang setia.
Hingga ke bangku yang lebih tinggi lagi, tetap setia aku. Cuma mungkin
fokusnya berbeda. Kubela teman teman perempuan yang disakiti kekasihnya. Ada yang
karena diselingkuhi, dikasari, dibohongi, bahkan kadang bingung aku sendiri
mencari alasan lainnya. Biar saja yang penting temanya membela yang lemah. Memberadabkan
yang tidak beradab. Di mataku.
Tak terasa sampai pada bangku tertinggi. Sekelas dewa. Bersifat Maha.
Mahasiswa. Pembelaanku tetap sama. Tapi sama saja hanya foksnya yang berbeda. Kuhibur
mereka yang lunglai oleh tugas, oleh masa kelas yang membosankan. Banyak sekali
caranya. Salah satunya adalah….
Wah waktunya habis.
Maaf ya.
Prochnost.
Comments
Post a Comment