Kunam
Dengan merdu dia berkicau, tanpa diiringi musik. Kemerduannya menyeret fokus
bagi siapa saja disekitarnya. Indah tegapnya,
tetap enarik bahkan dalam layunya. Rajin sekali pagi-pagi sudah bangun, kadang
malam sewaktu-waktu sepi membuat biru. Intinya dia jagoan lah. Indah tetap bagi
beberapa yang lain.
Tapi akhir-akhir ini kicaunya sendu. Banyak yang lihat pandangannya
sayu. Beberapa bilang dia bosan, beberapa diantaranya tak mau tau. Yang pasti
dia sendu bukan karena apa. tapi perkara siapa, dan mengapa. Kedua kata Tanya itu
berputar cepat dan ruwet di pikirannya. Tapi itu juga kata dia.
Dalamnya hati siapa yang tau coba? Kadang bisa saja siang jadi gelap
karena gerhana, kan? Atau malam jadi terang karena lampu, kan? Begitu pikirku,
pikirnya juga begitu, setelah banyak ba-bi-bu kemarin tu.
Tapi tak apalah, bagiku yang sendu tetap saja syahdu. Warna setidak
tidaknya pasti berubah. Termasuk suara. Apalah bisaku menghadapi. Yang kutau
selama masih di dalam sangkar itu tak akan mati dia dimakan jaman. Dan nyanyiannya
tetap menghiasi pagi-malam-siang, tergantung siapa yang terpandang.
Prochnost.
Comments
Post a Comment