Biji Sawi sang Obat Duniawi.

“Baiklah, Yang Mulia, saya akan berusaha untuk mencari dan mendapatkannya,” demikian Kisa Gotami menyanggupi persyaratan ini. Sambil menggendong anaknya di pinggang, pergilah ia mencari obat. Setelah sampai di rumah pertama, ia berdiri di depan pintu dan bertanya, “Adakah biji sawi dalam rumah ini?” “Ada,” jawab pemilik rumah. “Kalau begitu,” pinta Kisa Gotami, “mohon sudi kiranya memberi saya segenggam.” Ketika pemilik rumah yang berbaik-hati ini memberikannya, teringatlah Kisa Gotami bahwa biji sawi yang dapat dijadikan sebagai obat penyembuh bagi anaknya haruslah diperoleh dari suatu rumah yang pemiliknya tidak pernah kehilangan seorang pun dari sanak-keluarganya. Ia kemudian menanyakan hal ini kepada pemilik rumah. “Apa yang Kau katakan,” jawab pemilik rumah, “orang yang masih hidup itu sedikit jumlahnya. Orang yang telah mati itulah yang jauh lebih banyak.” Mendengar jawaban ini, Kisa Gotami segera mengembalikan biji sawi itu karena ini bukanlah obat yang sedang dicari dan dibutuhkannya. Ia selanjutnya pergi ke rumah-rumah lainnya, dari satu pedusunan ke pedusunan lainnya. Hingga malam menjelang, masih juga ia belum berhasil mendapatkan obat penyembuh bagi anaknya. Lalu timbullah perenungan dalam dirinya, “Saya mengira hanya anak saya sendiri yang mati. Orang yang telah mati ternyata jauh lebih banyak daripada orang yang masih hidup.” Dengan berpikir demikian, mulailah hati Kisa Gotami terbuka atas kenyataan hidup yang sesungguhnya. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke tempat persemayaman Sang Buddha.

Digubah secara serampangan dari:
Kassapa and Siridhamma, Ven. (1958). The Life of the Buddha. Ceylon: The Department
of Cultural Affairs.

Comments

Popular Posts